Kualitas tumbuh
kembang anak di bawah usia lima tahun ditentukan faktor keturunan dari orangtua
dan lingkungan yang bisa memenuhi kebutuhan jasmani, asih, dan asah balita.
Bila kedua orangtua bekerja setiap hari dari pagi sampai petang dan pengasuhan
di serahkan sepenuhnya kepada pengasuh balita, meski kedua orangtuanya
berpendidikan menegah atau tinggi.
Maka dari
itu, kualitas pengasuh balita (baby sitter atau pramubalita) akan
berpengaruh besar dalam pembentukan kualitas balita Indonesia. "Karena
itu, orangtua perlu berhati-hati memilih balita untuk memperkecil dampak
negatif yang timbul akibat rendahnya kemampuan pramubalita dalam memberi asih
dan asah kepada balita yang diasuhnya," kata dokter spesialis anak konsultan
tumbuh kembang pediatri sosial dr Soedjatmiko, Jumat (24/4), di Jakarta.
Setiap hari
ayah dan ibu harus berusaha untuk berinteraksi dengan balitanya
sebanyak-banyaknya, untuk memberikan asih dan asah sebanyak -banyaknya,
sehingga kualitas tumbuh kembang balitanya tidak didominasi perilaku
pramubalita tetapi dibentuk pula oleh perilaku ayah dan ibunya yang
berpendidikan lebih tinggi, sehingga balita-balita Indonesia kelak akan jadi
manusia dewasa yang bermutu tinggi pula.
Pada
prinsipnya pengasuh balita harus sehat jasmani dan rohaninya. Sehat jasmani
artinya ia tidak mengidap penyakit yang dapat ditularkan kepada balita yang
diasuhnya, fisiknya kuat dan terampil untuk memenuhi berbagai kebutuhan balita.
Sehat rohani artinya pramubalita harus punya rasa kasih sayang dan sabar
terhadap balita yang diasuhnya (asih) dan terampil mengajak bermain balita
untuk memberi berbagai rangsangan (asah) untuk memacu perkembangan balita.
Kesehatan
jasmani pramubalita
Untuk
mengetahui kesehatan jasmaninya, idealnya semua pramubalita harus diperiksa
fisiknya oleh dokter keluarga, untuk mengetahui apakah ada penyakit yang dapat
menular pada balita yang diasuhnya. Sebaiknya dilengkapi dengan pemeriksaan
laboratorium darah, urin, dahak, tinja dan foto rontgen. Pemeriksaan dilakukan
sebelum mulai berkerja, kemudian diulang secara periodik misalnya setahun
sekali.
Pemeriksaan
fisik dapat menilai kesehatan, kekuatan dan ketrampilan fisik pramubalita,
tetapi yang terpenting untuk mencari kemungkinan ada penyakit yang dapat
ditularkan kepada balita melalui tangan, badan, mulut, nafas, dan saluran
pencernaan. Penyakit kulit misalnya kudis, jamur, skabies dan kutu rambut,
dapat menular bila pramubalita mandi kurang bersih, tidak memakai sabun atau
penyakitnya tidak diobati.
Penyakit saluran
nafas, di antaranya batuk, pilek, tuberkulosis dan difteri, dapat menular bila
pramubalita ketika batuk pilek tidak menutup hidung dan mulut dengan masker,
saputangan atau serbet. Penyakit saluran kencing dapat menular bila sesudah
cebok, pramubalita cuci tangan tidak bersih dan tidak menggunakan sabun.
Penyakit saluran pencernaan, misalnya cacingan, tifus perut, hepatitis,
disentri, dan muntah-berak, dapat menular bila pramubalita tidak mencuci tangan
sampai bersih.
Pemeriksaan laboratorium darah, urin, dahak dan tinja dap at mengetahui kemungkinan adanya penyakit pada pramubalita misalnya kurang darah (anemia), infeksi saluran kencing, infeksi saluran nafas dan paru, infeksi usus, telur cacing, amuba, bakteri tipus, bakteri-bakteri lain. Pemeriksaan foto rontgen dapat melihat kelainan pada paru, jantung, tulang iga dan dada. "Bila pramubalita dicurigai ada penyakit, sebaiknya segera di periksakan ke dokter keluarga terdekat," kata Soedjatmiko.
Pemeriksaan laboratorium darah, urin, dahak dan tinja dap at mengetahui kemungkinan adanya penyakit pada pramubalita misalnya kurang darah (anemia), infeksi saluran kencing, infeksi saluran nafas dan paru, infeksi usus, telur cacing, amuba, bakteri tipus, bakteri-bakteri lain. Pemeriksaan foto rontgen dapat melihat kelainan pada paru, jantung, tulang iga dan dada. "Bila pramubalita dicurigai ada penyakit, sebaiknya segera di periksakan ke dokter keluarga terdekat," kata Soedjatmiko.
Pengetahuan
dan ketrampilan kurang
Idealnya
pramubalita harus mempunyai dua modal utama yaitu, mempunyai rasa kasih sayang
(asih) terhadap balita yang diasuhnya, dan mempunyai pengetahuan serta
ketrampilan bermain dengan balita untuk merangsang atau menstimulasi
perkembangan balita yang diasuhnya. "Ini sebenarnya merupakan peran
keluarga (ayah dan ibu) dalam mengasuh balitanya. Tetapi bagi keluarga yang
suami-istri bekerja, terpaksa peran ini dilimpahkan pada pramubalitanya ketika
ayah dan ibu tidak ada di rumah," ujarnya.
Sayangnya
pada umumnya kursus-kursus pramubalita tidak mampu memberi pengetahuan dan
ketrampilan asih dan asah atau stimulasi tersebut kepada pramubalita sehingga
mereka umumnya hanya trampil dalam memandikan, menceboki, memberi makan,
menggendong dan mencuci pakaian balita.
Pramubalita
harus sabar, penuh kasih sayang dan konsisten dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan balita, sehingga menimbulkan rasa nyaman dan aman kepada
balita, sehingga balita merasa percaya kepada lingkungannya, berani
mengeksplorasi lingkungan, serta bera ni mencoba melakukan berbagai kegiatan.
Hal ini akan menimbulkan percaya diri pada balita yang merupakan landasan
penting bagi pengembangan emosi sosial serta keberanian berkreasi di kemudian
hari.
Pramubalita
yang sering menakut-nakuti, mengancam, memarahi, memaki apalagi menghukum,
mencubit atau memukul balita yang diasuhnya maka dapat diadukan karena
perlakuan salah atau kekerasan pada anak, sehingga balitanya akan jadi
pencemas, merasa tidak aman, penakut, tidak percaya diri . Hal ini akan
mengganggu perkembangan emosi-sosial di kemudian hari dan tidak mempunyai
keberanian untuk bereksperimen. Bahkan balita yang sering mengalami kekerasan
kelak sesudah dewasa cenderung akan melakukan kekerasan pula pada anak-anaknya.
Selain itu
pramubalita harus mengetahui cara bermain dengan anak untuk merangsang
perkembangan berbicara, berpikir (kecerdasan), keberanian meniru, mencoba,
menyusun, merangkai, memecahkan masalah, duduk, berdiri, berjalan, berlari,
meloncat, melempar, menggambar, tenggang rasa, berbagi, kemandirian dll. Umumnya
kursus pramubalita tidak mampu memberi pengetahuan dan pelatihan tentang hal
ini.
Sikap dan
perilaku
Perilaku
balita awalnya bersumber dari refleks-refleks alamiah, dan berkembang lebih
kompleks dengan mendengar, melihat, mencoba, menirukan lalu bereksperimen.
Bilamana pramubalita sehari-hari berbicara baik, berperilaku baik, memberi
contoh-hal-hal baik, mendorong balita untuk mencoba, memberi pujian bila
berhasil, tak banyak membatasi, melarang atau mengancam, tidak memarahi,
memaki, menghukum, mencubit dan tidak memukul, maka balita juga akan berkembang
jadi anak baik.
Namun
bilamana sehari-hari pramubalita sering berbicara kasar, kotor, tidak etis,
maka tanpa disadari balita akan banyak meniru kata-kata itu. Bila sehari-hari
pramubalita sering melakukan sesuatu yang berbahaya di depan balita, misalnya
mengorek telinga, mengiris dengan pisau, menggunting, mengutak-utik stop kontak
listrik, atau lalai ketika menyeterika, menggoreng, meletakkan air panas, maka
balita akan menirukan perilaku pengasuhnya sehingga dapat menimbulkan
kecelakaan dan cedera pada balita.
Bila
pramubalita banyak melarang, membatasi, tidak memberi kesempatan balita untuk
mencoba atau berkreasi, apalagi sering memarahi, mengancam, mencubit atau
memukul maka balita tidak punya percaya diri, pencemas, penakut sehingga tidak
mempunyai keberanian mengembangkan ide dan kreativitas di kemudian hari.
"Karena itu, sikap dan perilaku dari pramubalita ikut menentukan kualitas
generasi mendatang," ujar Soedjatmiko.
Sumber : Femalekompas.com
No comments:
Post a Comment